Kami hanya membutuhkan waktu sekitar 5 menit untuk memutuskan melakukan perjalanan singkat ini, kota Purwakarta adalah tujuan kami saat itu. Karena hari yang semakin sore (23-3-2014) , setelah Bishop sempat 'ngambek' dengan masalah kelistrikan sehingga tidak bisa diajak jalan-jalan sore lebih awal.
Saya, Dadang dan Neni segera meluncur pukul tiga sore dari Cikarang ke kota yang terkenal dengan waduk Jatiluhur-nya itu. Apakah kami akan ke waduk tersebut?tidak ada rencana sama sekali diawal perjalanan. Di awal perjalanan Dadang sudah menghubungi salah satu teman kami yang memang berdomisili di kota tujuan. Adalah kang Rama teman yang akan kami temui, beliau sudah menunggu di suatu ruas jalan sebelum masuk ke daerah Plered, Purwakarta.
Baru kali ini saya bertatap muka dengan kang Rama, walaupun sudah beberapa kali berinteraksi didunia maya, lewat media sosial ataupun forum diskusi. Tidak banyak basa-basi karena waktu juga semakin sore, kang Rama menuntun dengan berkendara di depan kami. Entah akan dbawa kemana, kami ikuti saja.
Melalui pedesaan dengan jalan hot mix yang lebarnya kira-kira 3 meter kami menyusuri tiap meternya dengan kecepatan sedang. Seolah semakin menanjak, sayapun bergumam dalam hati jika ini adalah daerah pegunungan.
![]()
Sampai akhirnya kang Rama memberhentikan motornya dipinggir jalan, dengan pemandangan persawahan yang menghijau, berlatang belakang gundukan batu menyerupai gunung. Selepas melepas helm, kang Rama berkata "itu adalah gunung Parang" sambil menunjukan kearah gundukan batu itu. Saya sediri sempat terbengong-bengong dengan apa yang terlihat, sebuah gunung sepenuhnya bermaterial batu andesit, menjulang dengan ketinggian +/- 900 meter dari permukaan laut. Dari sini kami mengarahkan motor kami ke gunung ini lebih dekat lagi dengan menempuh beberapa kilometer. Benar saja, kami tiba disebuah tanah lapang, harus mengenggakan kepala untuk bisa mengalihkan pandangan ke puncak gunung.
![]()
gunung Parang dari tempat kami berhenti
![]()
Karena hari semakin gelap, kami melanjutkan perjanan. Berhenti setiap ada objek yang menarik perhatian kami, salah satunya adalah gunung Bongkok, letaknya tidak jauh dari gunung Parang. Dengan tipikal gunung yang sama, tetapi Gn. Bongkok ini mempunyai ketinggian lebih pendek, yaitu sekitar 300 meter, tidak menjulang tinggi tetapi melebar, dihiasi pepohonan yang menempel di tebing seakan mempercantik gunung ini. Desa ini juga berbatasan dengan waduk Jatiluhur, jadi kami bisa melihat genangan air waduk dari sini, dengan berlatang bentangan bukit di sekitar waduk. Pemandangan yang membuat kami berhenti unutk mengeluarkan kamera.
![]()
gunung Bongkok
![]()
waduk Jatiluhur terlihat
Selepas ini kang Rama mengarahkan kami menuju ke Cisomang, lebih tepatnya ke jembatan yang digunakan untuk rel kereta api. Karena hari sudah gelap ketika kami tiba di lokasi, tepatnya di desa Cisomang, kecamatan Darangdan, Purwakarta ini, tidak banyak yang bisa saya tulis tentang jembatan rel kereta api tertinggi di Indonesia ini. Di sebelah rel kereta ada jalan yang hanya cukup bisa di lewati oleh sepeda motor, karena sudah gelap jadi sensasi berkendara diatas ketinggian jembatan 200-300 meter dengan panjang 230 meter kurang terasa. Mungkin hal ini bisa kami jadikan alasan untuk ketempat ini lain kesempatan.
![]()
gelapnya rel Cisomang
Saya, Dadang dan Neni segera meluncur pukul tiga sore dari Cikarang ke kota yang terkenal dengan waduk Jatiluhur-nya itu. Apakah kami akan ke waduk tersebut?tidak ada rencana sama sekali diawal perjalanan. Di awal perjalanan Dadang sudah menghubungi salah satu teman kami yang memang berdomisili di kota tujuan. Adalah kang Rama teman yang akan kami temui, beliau sudah menunggu di suatu ruas jalan sebelum masuk ke daerah Plered, Purwakarta.
Baru kali ini saya bertatap muka dengan kang Rama, walaupun sudah beberapa kali berinteraksi didunia maya, lewat media sosial ataupun forum diskusi. Tidak banyak basa-basi karena waktu juga semakin sore, kang Rama menuntun dengan berkendara di depan kami. Entah akan dbawa kemana, kami ikuti saja.
Melalui pedesaan dengan jalan hot mix yang lebarnya kira-kira 3 meter kami menyusuri tiap meternya dengan kecepatan sedang. Seolah semakin menanjak, sayapun bergumam dalam hati jika ini adalah daerah pegunungan.

Sampai akhirnya kang Rama memberhentikan motornya dipinggir jalan, dengan pemandangan persawahan yang menghijau, berlatang belakang gundukan batu menyerupai gunung. Selepas melepas helm, kang Rama berkata "itu adalah gunung Parang" sambil menunjukan kearah gundukan batu itu. Saya sediri sempat terbengong-bengong dengan apa yang terlihat, sebuah gunung sepenuhnya bermaterial batu andesit, menjulang dengan ketinggian +/- 900 meter dari permukaan laut. Dari sini kami mengarahkan motor kami ke gunung ini lebih dekat lagi dengan menempuh beberapa kilometer. Benar saja, kami tiba disebuah tanah lapang, harus mengenggakan kepala untuk bisa mengalihkan pandangan ke puncak gunung.

gunung Parang dari tempat kami berhenti

lebih dekat
Karena hari semakin gelap, kami melanjutkan perjanan. Berhenti setiap ada objek yang menarik perhatian kami, salah satunya adalah gunung Bongkok, letaknya tidak jauh dari gunung Parang. Dengan tipikal gunung yang sama, tetapi Gn. Bongkok ini mempunyai ketinggian lebih pendek, yaitu sekitar 300 meter, tidak menjulang tinggi tetapi melebar, dihiasi pepohonan yang menempel di tebing seakan mempercantik gunung ini. Desa ini juga berbatasan dengan waduk Jatiluhur, jadi kami bisa melihat genangan air waduk dari sini, dengan berlatang bentangan bukit di sekitar waduk. Pemandangan yang membuat kami berhenti unutk mengeluarkan kamera.

gunung Bongkok

waduk Jatiluhur terlihat
Selepas ini kang Rama mengarahkan kami menuju ke Cisomang, lebih tepatnya ke jembatan yang digunakan untuk rel kereta api. Karena hari sudah gelap ketika kami tiba di lokasi, tepatnya di desa Cisomang, kecamatan Darangdan, Purwakarta ini, tidak banyak yang bisa saya tulis tentang jembatan rel kereta api tertinggi di Indonesia ini. Di sebelah rel kereta ada jalan yang hanya cukup bisa di lewati oleh sepeda motor, karena sudah gelap jadi sensasi berkendara diatas ketinggian jembatan 200-300 meter dengan panjang 230 meter kurang terasa. Mungkin hal ini bisa kami jadikan alasan untuk ketempat ini lain kesempatan.

gelapnya rel Cisomang