Fun & Laugh, Situs Megalithikum Gng. Padang & Terowongan Lampegan, Cianjur,Jawa Barat
![]()
Long weekend di akhir bulan maret bertepatan dangan masa "bernafas sejenak" untuk pekerjaan dan kuliah, sehingga aku pikir ini adalah saat yang tepat untuk me-refresh-kan pikiran. Oleh karena itu aku berencana berkunjung ke sebuah situs kuno yang cukup terkenal di Jawa Barat, yaitu Situs Megalitikum Gunung Padang dan stasiun dengan terowongan pertama di pulau jawa, yaitu Stasiun Lampegan. Kali ini aku tidak jalan sendirian, melainkan bersama kelima teman2ku, yang kebetulan semuanya belum pernah ke lokasi ini.
Situs Megalithikum Gunung Padang
Sekedar info, Situs Megalitikum ini sendiri diperkirakan sejaman dengan Piramida pertama di Mesir karena diperkirakan bahwa usia batu-batuan yang tersusun mengerucut ke atas seperti bentuk piramida sama yaitu 4000 – 9000 SM (sebelum Masehi). Sedangkan situsnya sendiri berusia 2500 – 4000 SM. Artinya usia situs ini lebih duluan dibangun 2800 SM dibandingkan Candi Borobudur bahkan, usia situs megalitik ini lebih tua dari Machu Picchu di Peru.
Kata Gunung Padang sendiri berasal dari susunan suku kata Pa (tempat), da (agung), dan Hyang (Moyang, Leluhur, Dewa) dari susunan kata tersebut maka kata Padang maknanya tempat luhur untuk para leluhur ataupun tempat agung untuk sembah dewa. Masyarakat sendiri percaya lokasi gunung Padang merupakan lokasi tepat untuk mengadakan ritual suci karena dikelilingi oleh pegunungan dan bila cuaca bagus kita bisa melihat Gunung Gede dan Pangrango dari kejauhan. Layaknya stadion bola, lokasi situs ini persis sebagai lapangan bolanya dan gunung-gunung disekitarnya bagaikan tribun penonton yang mengelilingi situs ini.
Dengan balok-balok batu yang berserakan dimana-mana, membuat saya berfikir ada kejadian apa dimasa lampau? Menurut petugas yang mengantar, dahulunya situs ini dipercaya sebagai lokasi peradaban kerajaan Siliwangi dan penduduk percaya bahwa lokasi ini merupakan bakal Istana yang akan dibangun oleh Raja Siliwangi. Tampaknya lokasi balok batu ini tidak hanya ditemukan di sekitar Gunung Padang saja namun juga bisa ditemukan di persawahan, rumah penduduk dan bahkan masih tertanam didalam gundukan tanah dengan luas situs hampir 20 hektar lebih, dan yang baru ditemukan hanya sekitar 3 ha saja dengan luas bangunan purbakalanya sekitar 900 m².
![]()
Kami, 6 orang mahasiswa ITB, berangkat dari Bandung tepat pada pukul 6.00 pagi, pada tanggal 29 Maret 2013 menggunakan 3 motor. Perjalanan santai saja, dan menikmati prosesnya semaksimal mungkin. Cimahi - Padalarang saat itu sudah mulai ramai dan menampakkan aura macet nya. Kami sedikit mempercepat laju kendaraan agar segera terlepas dari kepadatan lalu lintas di daerah Cimahi-Padalarang. Selain itu, alasan kami berangkat pagi-pagi adalah untuk menghindari hujan saat berada di lokasi, karena berdasarkan informasi, jalanan batu-batuan yang menanjak akan sangat licin bila dilalui saat hujan.
Motor terus melaju menuju koordinat Situs Megalitikum yaitu 6°59'37"S 107°3'22"E. Hingga akhirnya pukul 10.00 kami telah sampai disana. Karena saat itu hari Jum'at, kami hanya memiliki waktu kurang dari 2 jam untuk berada diatas, karena kami harus menunaikan sholat Jum'at nanti.
![]()
Dengan membayar retribusi sebesar 4000 rupiah per orang, kami dapat menikmati dengan puas situs kuno ini. Situs Gunung Padang sendiri sangat mudah dijangkau, untuk menuju puncaknya telah disediakan anak tangga asli yang berjumlah kurang lebih 468 namun karena terlalu curam dan terjal saat ini telah ada anak tangga baru yang berjumlah 678 sehingga kita bisa mendaki situs Gunung Padang dengan ketinggian sekitar 885 meter dari atas permukaan laut tak kurang 30 menit. Namun untuk yang cukup kuat saya sarankan menggunakan anak tangga yang asli terbuat dari rekonstruksi batuan andesit dengan pengalaman yang menantang dan merasakan suasana masa lampau. Namun jika takut kecapekan gunakan anak tangga buatan semen yang disediakan juga tiang penyangga jika merasa keletihan. Tetapi, cobalah tangga yang terbuat dari susunan batu andesit untuk merasakan sensasinya..hehe. Berikut Sekuel foto tentang megahnya peradaban kuno masa purbakala di Gunung Padang ini. Enjoy!
![]()
![]()
![]()
![]()
![]()
![]()
Batu-batuan andesit di situs ini berada dalam sebuah formasi layaknya sebuah rumah purba. Terdapat batuan yang menyerupai sofa atau singgasana, hingga batuan yang dipercayai dahulunya adalah alat musik. Beberapa batuan juga terdapat ukiran, ada yang menyerupai Kujang, senjata tradisional Sunda, hingga berupa tapak kaki raksasa. Menurut, guide , dahulunya batuan disini tidak berantakan seperti ini, namun sedikit banyak karena tangan usil manusia yang menyebabkan situs ini jadi terkesan berserakan, namun tetap estetis menurut saya.
![]()
Just say cheeers!
Saat jam menunjukkan hampir pukul 12.00, kami segera turun menuju pos bawah, untuk bertanya lokasi masjid tempat nantinya kita menunaikan sholat jum'at. Ternyata menurut penjaga, masjid berada jauh di perkampungan bawah, yang artinya kami harus membawa motor kami yang telah nyaman di parkir, dan menuruni jalanan batuan yang licin itu. Akhirnya, walaupun sedikit terlambat, kami masih bisa mengikuti sholat jum'at dengan sempurna.
Stasiun & Terowongan Lampegan
Setelah selesai menunaikan sholat jumat, kami bergegas turun dari lokasi situs megalithikum untuk menuju sebuah stasiun yang sudah tidak aktif lagi, yaitu Stasiun Lampegan. Stasiun ini memiliki sebuah keistimewaan karena berdekatan dengan terowongan pertama di pulau Jawa, yaitu terowongan Lampegan. Jaraknya sangat dekat dengan stasiun, tidak sampai 100meter.
Terowongan Lampegan adalah sebuah terowongan kereta api yang berlokasi di perbatasan Kampung Lampegan dan Kampung Cikareo Kecamatan Cireunghas. Terowongan ini, menjadi salah satu penyebab tak beroperasinya kereta jurusan Sukabumi-Bandung selama satu dasawarsa terakhir. Lalu seperti apa kondisi terowongan hingga dituding sebagai penyebab terhentinya moda transportasi paling merakyat itu ?
![]()
Menurut seorang narasumber yang sempat kami wawancara, terowongan Lampegan yang berlokasi antara perbatasan Kampung lampegan dan Kampung Cikareo Cireunghas berdiri sejak sekitar tahun 1880. Menurut cerita orang dahulu, terowongan itu diresmikan salah satu pembesar Belanda. Awalnya, terowongan ini dimaksudkan untuk mengangkut kopi, palawija dan rempah-rempah dari Sukabumi menuju Cianjur. Setelah beberapa tahun, terowongan ini diperbaiki dan direnovasi sekitar tahun 1980-an dan terakhir pada tahun 2010.
“Hal itu dilakukan setelah terjadi longsor sekitar tahun 2002 lalu. Nah karena sering longsor di dalam terowongan, maka kereta jurusan Sukabumi-Bandung lumpuh dan tak bisa beroperasi,” ujar narasumber tersebut.
![]()
Karena rasa penasaran kami yang begitu besar, akhirnya kami masuk ke dalam terowongan hingga ke sisi baliknya, nantinya kami akan mencarai jalan pulang dari sisi balik terowongan lampegan tersebut. Menurut pengamatan kami, kondisi bagian dalam terowongan memang telah berbeda konstruksinya. Konstruksi asli peninggalan belanda berupa lorong persegi, yakni 400 meter sisi yang berdekatan dengan stasiun Lampegan. Sedangkan 200meter sisi baliknya berkonstruksi lorong cekungan lingkara. Konon bagian inilah yang dahulunya mengalami longsor, sehingga direnovasi dengan struktur yang berbeda dengan aslinya agar lebih kuat.
![]()
Menyusuri rel di dalam terowongan ternyata tidak mudah, batu-batuan yang masih belum padat serta di beberapa bagian tergenang air, membuat motor yang melaju diatasnya menjadi oleng dan tidak stabil. Ditambah kondisi yang gelap dan lembab, sungguh sensasi tersendiri. Tak jarang Alexandra, motor kesayangan, tenggelam di "lautan" batu bercampur air, sehingga ban belakang spin dan tidak mau bergerak.
![]()
Sampailah kami di sisi balik terowongan Lampegan
Kondisi rel sebenarnya masih layak, hanya saja karena tidak digunakan, tampak beberapa karat sudah mulai menggerogoti. Sungguh peninggalan yang sebenarnya sayang untuk tidak digunakan.
![]()
![]()
Selanjutnya, kami akan menyusuri rel ini untuk terus ke arah Sukabumi. dan percaya atau tidak, kami menyusuri rel yang tidak lagi aktif ini hingga Stasiun Sukabumi kota. Menurut GPS jarak penyusuran rel ini sejauh 15km. Beruntung kami tidak menjumpai jembatan saat itu..hahaha.
![]()
Sekian coretan perjalanan dari kami, thx for reading and watching!
Sekian dulu coretan kisah perjalanan dari kami tentang Situs Megalithikum dan Stasiun Lampegan. DI bagian akhir ini, akan aku persembahkan video dokumentasi perjalanan. Video ini merupakan rangkuman dari seluruh perjalanan di dua lokasi ini. Ibarat 4 sehat 5 sempurna, dengan menonton video ini maka sempurnalah pengalaman Anda.. hahaha
So, check this out guys! and enjoy!
https://www.youtube.com/watch?v=ROVx...ature=youtu.be
![]()

Long weekend di akhir bulan maret bertepatan dangan masa "bernafas sejenak" untuk pekerjaan dan kuliah, sehingga aku pikir ini adalah saat yang tepat untuk me-refresh-kan pikiran. Oleh karena itu aku berencana berkunjung ke sebuah situs kuno yang cukup terkenal di Jawa Barat, yaitu Situs Megalitikum Gunung Padang dan stasiun dengan terowongan pertama di pulau jawa, yaitu Stasiun Lampegan. Kali ini aku tidak jalan sendirian, melainkan bersama kelima teman2ku, yang kebetulan semuanya belum pernah ke lokasi ini.
Situs Megalithikum Gunung Padang
Sekedar info, Situs Megalitikum ini sendiri diperkirakan sejaman dengan Piramida pertama di Mesir karena diperkirakan bahwa usia batu-batuan yang tersusun mengerucut ke atas seperti bentuk piramida sama yaitu 4000 – 9000 SM (sebelum Masehi). Sedangkan situsnya sendiri berusia 2500 – 4000 SM. Artinya usia situs ini lebih duluan dibangun 2800 SM dibandingkan Candi Borobudur bahkan, usia situs megalitik ini lebih tua dari Machu Picchu di Peru.
Kata Gunung Padang sendiri berasal dari susunan suku kata Pa (tempat), da (agung), dan Hyang (Moyang, Leluhur, Dewa) dari susunan kata tersebut maka kata Padang maknanya tempat luhur untuk para leluhur ataupun tempat agung untuk sembah dewa. Masyarakat sendiri percaya lokasi gunung Padang merupakan lokasi tepat untuk mengadakan ritual suci karena dikelilingi oleh pegunungan dan bila cuaca bagus kita bisa melihat Gunung Gede dan Pangrango dari kejauhan. Layaknya stadion bola, lokasi situs ini persis sebagai lapangan bolanya dan gunung-gunung disekitarnya bagaikan tribun penonton yang mengelilingi situs ini.
Dengan balok-balok batu yang berserakan dimana-mana, membuat saya berfikir ada kejadian apa dimasa lampau? Menurut petugas yang mengantar, dahulunya situs ini dipercaya sebagai lokasi peradaban kerajaan Siliwangi dan penduduk percaya bahwa lokasi ini merupakan bakal Istana yang akan dibangun oleh Raja Siliwangi. Tampaknya lokasi balok batu ini tidak hanya ditemukan di sekitar Gunung Padang saja namun juga bisa ditemukan di persawahan, rumah penduduk dan bahkan masih tertanam didalam gundukan tanah dengan luas situs hampir 20 hektar lebih, dan yang baru ditemukan hanya sekitar 3 ha saja dengan luas bangunan purbakalanya sekitar 900 m².

Kami, 6 orang mahasiswa ITB, berangkat dari Bandung tepat pada pukul 6.00 pagi, pada tanggal 29 Maret 2013 menggunakan 3 motor. Perjalanan santai saja, dan menikmati prosesnya semaksimal mungkin. Cimahi - Padalarang saat itu sudah mulai ramai dan menampakkan aura macet nya. Kami sedikit mempercepat laju kendaraan agar segera terlepas dari kepadatan lalu lintas di daerah Cimahi-Padalarang. Selain itu, alasan kami berangkat pagi-pagi adalah untuk menghindari hujan saat berada di lokasi, karena berdasarkan informasi, jalanan batu-batuan yang menanjak akan sangat licin bila dilalui saat hujan.
Motor terus melaju menuju koordinat Situs Megalitikum yaitu 6°59'37"S 107°3'22"E. Hingga akhirnya pukul 10.00 kami telah sampai disana. Karena saat itu hari Jum'at, kami hanya memiliki waktu kurang dari 2 jam untuk berada diatas, karena kami harus menunaikan sholat Jum'at nanti.

Dengan membayar retribusi sebesar 4000 rupiah per orang, kami dapat menikmati dengan puas situs kuno ini. Situs Gunung Padang sendiri sangat mudah dijangkau, untuk menuju puncaknya telah disediakan anak tangga asli yang berjumlah kurang lebih 468 namun karena terlalu curam dan terjal saat ini telah ada anak tangga baru yang berjumlah 678 sehingga kita bisa mendaki situs Gunung Padang dengan ketinggian sekitar 885 meter dari atas permukaan laut tak kurang 30 menit. Namun untuk yang cukup kuat saya sarankan menggunakan anak tangga yang asli terbuat dari rekonstruksi batuan andesit dengan pengalaman yang menantang dan merasakan suasana masa lampau. Namun jika takut kecapekan gunakan anak tangga buatan semen yang disediakan juga tiang penyangga jika merasa keletihan. Tetapi, cobalah tangga yang terbuat dari susunan batu andesit untuk merasakan sensasinya..hehe. Berikut Sekuel foto tentang megahnya peradaban kuno masa purbakala di Gunung Padang ini. Enjoy!






Batu-batuan andesit di situs ini berada dalam sebuah formasi layaknya sebuah rumah purba. Terdapat batuan yang menyerupai sofa atau singgasana, hingga batuan yang dipercayai dahulunya adalah alat musik. Beberapa batuan juga terdapat ukiran, ada yang menyerupai Kujang, senjata tradisional Sunda, hingga berupa tapak kaki raksasa. Menurut, guide , dahulunya batuan disini tidak berantakan seperti ini, namun sedikit banyak karena tangan usil manusia yang menyebabkan situs ini jadi terkesan berserakan, namun tetap estetis menurut saya.

Just say cheeers!
Saat jam menunjukkan hampir pukul 12.00, kami segera turun menuju pos bawah, untuk bertanya lokasi masjid tempat nantinya kita menunaikan sholat jum'at. Ternyata menurut penjaga, masjid berada jauh di perkampungan bawah, yang artinya kami harus membawa motor kami yang telah nyaman di parkir, dan menuruni jalanan batuan yang licin itu. Akhirnya, walaupun sedikit terlambat, kami masih bisa mengikuti sholat jum'at dengan sempurna.
Stasiun & Terowongan Lampegan
Setelah selesai menunaikan sholat jumat, kami bergegas turun dari lokasi situs megalithikum untuk menuju sebuah stasiun yang sudah tidak aktif lagi, yaitu Stasiun Lampegan. Stasiun ini memiliki sebuah keistimewaan karena berdekatan dengan terowongan pertama di pulau Jawa, yaitu terowongan Lampegan. Jaraknya sangat dekat dengan stasiun, tidak sampai 100meter.
Terowongan Lampegan adalah sebuah terowongan kereta api yang berlokasi di perbatasan Kampung Lampegan dan Kampung Cikareo Kecamatan Cireunghas. Terowongan ini, menjadi salah satu penyebab tak beroperasinya kereta jurusan Sukabumi-Bandung selama satu dasawarsa terakhir. Lalu seperti apa kondisi terowongan hingga dituding sebagai penyebab terhentinya moda transportasi paling merakyat itu ?

Menurut seorang narasumber yang sempat kami wawancara, terowongan Lampegan yang berlokasi antara perbatasan Kampung lampegan dan Kampung Cikareo Cireunghas berdiri sejak sekitar tahun 1880. Menurut cerita orang dahulu, terowongan itu diresmikan salah satu pembesar Belanda. Awalnya, terowongan ini dimaksudkan untuk mengangkut kopi, palawija dan rempah-rempah dari Sukabumi menuju Cianjur. Setelah beberapa tahun, terowongan ini diperbaiki dan direnovasi sekitar tahun 1980-an dan terakhir pada tahun 2010.
“Hal itu dilakukan setelah terjadi longsor sekitar tahun 2002 lalu. Nah karena sering longsor di dalam terowongan, maka kereta jurusan Sukabumi-Bandung lumpuh dan tak bisa beroperasi,” ujar narasumber tersebut.

Karena rasa penasaran kami yang begitu besar, akhirnya kami masuk ke dalam terowongan hingga ke sisi baliknya, nantinya kami akan mencarai jalan pulang dari sisi balik terowongan lampegan tersebut. Menurut pengamatan kami, kondisi bagian dalam terowongan memang telah berbeda konstruksinya. Konstruksi asli peninggalan belanda berupa lorong persegi, yakni 400 meter sisi yang berdekatan dengan stasiun Lampegan. Sedangkan 200meter sisi baliknya berkonstruksi lorong cekungan lingkara. Konon bagian inilah yang dahulunya mengalami longsor, sehingga direnovasi dengan struktur yang berbeda dengan aslinya agar lebih kuat.

Menyusuri rel di dalam terowongan ternyata tidak mudah, batu-batuan yang masih belum padat serta di beberapa bagian tergenang air, membuat motor yang melaju diatasnya menjadi oleng dan tidak stabil. Ditambah kondisi yang gelap dan lembab, sungguh sensasi tersendiri. Tak jarang Alexandra, motor kesayangan, tenggelam di "lautan" batu bercampur air, sehingga ban belakang spin dan tidak mau bergerak.

Sampailah kami di sisi balik terowongan Lampegan
Kondisi rel sebenarnya masih layak, hanya saja karena tidak digunakan, tampak beberapa karat sudah mulai menggerogoti. Sungguh peninggalan yang sebenarnya sayang untuk tidak digunakan.


Selanjutnya, kami akan menyusuri rel ini untuk terus ke arah Sukabumi. dan percaya atau tidak, kami menyusuri rel yang tidak lagi aktif ini hingga Stasiun Sukabumi kota. Menurut GPS jarak penyusuran rel ini sejauh 15km. Beruntung kami tidak menjumpai jembatan saat itu..hahaha.

Sekian coretan perjalanan dari kami, thx for reading and watching!
Sekian dulu coretan kisah perjalanan dari kami tentang Situs Megalithikum dan Stasiun Lampegan. DI bagian akhir ini, akan aku persembahkan video dokumentasi perjalanan. Video ini merupakan rangkuman dari seluruh perjalanan di dua lokasi ini. Ibarat 4 sehat 5 sempurna, dengan menonton video ini maka sempurnalah pengalaman Anda.. hahaha
So, check this out guys! and enjoy!
https://www.youtube.com/watch?v=ROVx...ature=youtu.be
