Quantcast
Channel: Prides Online Community
Viewing all articles
Browse latest Browse all 1976

Tradisi Unik Adzan pitu ( 7 Muazin azan sekaligus )

$
0
0
Tahukah anda sobat ? Masjid Agung Sang Cipta Rasa Cirebon memiliki Tradisi unik sampai sekarang,

yaitu Azan pitu ( 7 Muazin azan sekaligus ), silahkan sempatkan mampir sholat jum'at di Masjid Cipta Rasa apabila kebtulan melintas kota cirebon

Tradisi "Adzan Pitu"

Hari itu tepat hari Jum'at, seluruh umat muslim terutama bagi kaum lelaki diwajibkan shalat Jum'at berjamaah di Masjid. Begitu juga dengan masyarakat yang ada di wilayah Cirebon, tepatnya di daerah sekitar Keraton Kasepuhan Cirebon. Terletak tidak begitu jauh dari Komplek Keraton Kasepuhan, berdiri dengan kokohnya Masjid Agung Sang Cipta Rasa. Masjid yang dibangun pada sekitar tahun 1480 M itu sampai sekarang masih tetap digunakan oleh masyarakat Cirebon sebagai tempat beribadah sekaligus tempat berlangsungnya beberapa ritual keagamaan lainnya.

Selain arsitekturnya yang khas bercorak Hindu, di Masjid Agung Sang Cipta ini juga memiliki keunikan lain yaitu adanya tradisi Adzan Pitu. Adzan yang dilakukan oleh 7 orang secara bersamaan ini mungkin satu-satunya di Indonesia, bahkan di seluruh dunia. Tradisi adzan pitu ini sudah berlangsung secara turun-temurun selama kurang lebih lima ratus tahun. Pada awalnya, adzan pitu ini dilakukan setiap datangnya waktu shalat, termasuk shalat wajib 5 waktu. Namun pada saat ini, tradisi adzan pitu hanya dilakukan pada saat shalat jum'at saja, pada adzan yang pertama.

Tidak banyak sumber yang menjelaskan tentang tradisi adzan pitu ini, namun dari beberapa yang ada secara keseluruhan munculnya tradisi adzan pitu tidak terlepas dari peran Sunan Gunung Jati yang ketika itu menjadi pemuka agama sekaligus raja di Kerajaan Cirebon yang pada waktu itu bernama Keraton Pakungwati.

Menurut sejarahnya, konon adzan pitu adalah perintah dari Sunan Gunung Jati dalam rangka mengusir makhluk jahat yang bernama Menjangan Wulung. Makhluk yang bernama Menjangan Wulung ini tidak dijelaskan bentuknya seperti apa, namun ia digambarkan sebagai makhluk jahat yang menebar wabah penyakit dan kematian. Menjangan Wulung ini digambarkan selalu bertengger di atas Kubah Masjid Agung Sang Cipta Rasa dan menimpakan wabah penyakit bagi siapa saja yang hendak shalat di masjid tersebut. Ada satu sumber yang mengatakan bahwa awalnya Sunan Gunung Jati memohon kepada Allah SWT untuk meminta jalan keluar dari kesulitan tersebut. Hingga akhirnya diperintahkan lah salah seorang untuk mengumandangkan adzan di masjid itu, tetapi tidak berhasil. Usaha tersebut terus dilakukan dengan ditambahnya orang yang adzan. Dua orang, tiga orang, empat orang, namun tetap saja tidak berhasil. Akhirnya ketika adzan yang dikumandangkan itu dilakukan oleh 7 orang, maka Menjangan Wulung berhasil disingkirkan.

Seiring dengan musnahnya Menjangan Wulung, wabah penyakit yang selama ini meresahkan tersebut, pergi dan terpental. Konon ketika terpentalnya Menjangan Wulung, kubah Masjid Agung Sang Cipta Rasa tersebut juga meledak dan terpental. Kubah tersebut terbang dan mendarat di atas Masjid Agung Demak. Perihal kubah terbang dan mendarat di Masjid Agung Demak itu ada sejarahnya tersendiri pada saat pembangunan kedua masjid tersebut yang waktu pembuatannya tidak jauh berbeda.

Pada masa kini, tradisi yang telah bertahan selama ratusan tahun tersebut menjadi daya tarik tersendiri yang dimiliki Masjid Agung Sang Cipta Rasa. Tidak sedikit orang yang berasal dari luar wilayah Cirebon datang ke masjid itu hanya untuk melihat bagaimana 7 orang secara bersamaan mengumandangkan adzan saat memasuki waktu shalat Jum'at. Ketika saya ikut Shalat Jum'at di sana, kebetulan bertepatan dengan hari Jum'at Kliwon. Sebagaimana diketahui bahwa ketika hari Jum'at Kliwon, di Cirebon ada yang namanya Tradisi Kliwonan yang berlangsung di Masjid Agung Sang Cipta Rasa dan Makam Sunan Gunung Jati.

Perhatian kembali tertuju kepada ritual Adzan Pitu. Ketika jam menunjukkan masuknya waktu Shalat Jum'at, segera saja ketujuh orang muadzin berdiri dan mengumandangkan adzan secara bersamaan. Lagi-lagi ada yang unik (terutama bagi saya sendiri), ternyata yang berhadapan langsung dengan Mic (pengeras suara) itu hanya satu orang saja. Keenam muadzin lainnya mengumandangkan adzan tanpa pengeras suara. Mungkin hal itu hanya masalah teknis saja, mengingat dulu waktu munculnya tradisi adzan ini, belum ada alat pengeras suara. Jadi waktu itu semua muadzin mengumandangkan adzan secara langsung dengan suara alami mereka. Seiring majunya teknologi, maka masjid ini pun ikut menyesuaikan dengan menggunakan alat pengeras suara agar bisa lebih terdengar jelas oleh masyarakat. Sama seperti masjid-masjid lainnya.

Suatu ketika saya bertanya, mengapa tradisi ini masih terus dijalankan dan dipertahankan? Menurut salah satu informan saya, beliau mengatakan bahwa suatu waktu pernah tradisi ini coba dihilangkan dengan kembali menggunakan satu orang untuk adzan. Akan tetapi, tidak berapa lama, muadzin tersebut akhirnya meninggal dunia. Kemudian ketika dicoba lagi dengan satu muadzin, hal itu berulang kembali. Oleh karena itu, masyarakat kembali menggunakan tujuh orang untuk adzan di masjid itu.

Sumber :

http://www.indosiar.com/ragam/65039/...an-gunung-jati
http://www.detiknews.com/read/2009/0...a-rasa-cirebon
http://islam.atmonadi.com/?tag=azan-pitu
http://hotnews.pikiran-rakyat.com/in...etail&id=96441

Viewing all articles
Browse latest Browse all 1976

Latest Images

Trending Articles



Latest Images