Kehangatan Telaga Cinta
Dimulai dari kopdar alias kopi darat di telaga Cinta daerah Subang. Agak berbeda dengan penggiat pemotor kebanyakan, yang melakukan tatap muka setelah biasanya berinteraksi di dunia maya, sosial media, dan lain-lain dengan memili lokasi di pusat keramaian kota. Kami memilih di alam terbuka, nan sepi sesekali hanya serangga malam mengiringi dan penerangan dari api unggun menyinari.
Tidak banyak, hanya sekitar 10 orang pada waktu itu. Dari berbagai kota kami berkumpul, Purwakarta, Bandung, Subang, Jakarta, Cikarang dan paling jauh dari Jogja. Minimnya peserta memang karena mendadaknya publikasi acara. Sang inisiator acara, kang Rama dari Purwakarta mengajak lewat photo di wall media sosial miliknya. Saya sendiri malah mendapat kabar tentang acara kumpul-kumpul ini dari om Julianto dari Jogja, yang juga hadir dilokasi.
Justru karena minimnya yang hadir, keakraban semakin intim, obrolan hangat terjadi, diselingi canda tawa di tengah gelapnyanya malam. Sebelum akhirnya masuk tenda masing-masing yang didirikan pada pinggir telaga saat tengah malam menjelang , lengkap beberapa motor yang parkir di sisinya.
Bangun pagi didalam tenda, saat matahari sudah menampakan diri. Berbagai teman sudah mulai persiapan dengan berkemas, meninggalkan lokasi. Sementara yang lain ada yang mengambil beberapa foto, bahkan mandi dengan berenang ditelaga juga menjadi kegiatan menarik disini.
Tak menyangka kang Rama dan teman dari Subang yaitu om Amet sudah menyiapkan sarapan, dengan masakan khas Subang. Enak sekali. Apalagi makan bersama dengan duduk sila bersama diatas matras, dipinggir telaga. Arrgh..jika boleh menyontek lirik lagu dari Iwan Fals, Kemesraan ini janganlah cepat berlalu.
![]()
tepi telaga Cinta
![]()
bersiap pulang
![]()
arah balik dari telaga
Tapi lirik itu tidak berlaku, karena tidak lama setelah sarapan, ada teman yang pamit duluan terutama om Julianto yang memang karena jarak pulang paling jauh. Selanjutnya kami semua meninggalkan lokasi. Walau hanya sekejap, tapi kumpul-kumpul ini sangat berkesan.
Menuju Gunung Putri
Tidak cukup disini, tersisa empat orang yang akan menghabiskan hari minggu ini dengan berkendara dengan rute menarik, tentu saja bukan jalan aspal. Om Yudi sebagai penunjuk jalan, karena pernah melakukan perjalanan dengan rute yang akan dilewati, di ikuti om Berlandio, saya sendiri, dan Tegar.
Dari Subang tembus Lembang itu yang dikatakan om Yudi. Kami hanya membututi dari belakang, kecepatan sedang karena melewati jalan bebatuan, lubang, serta berpasir lengkap kami lalui. Masuk keluar hutan pinus pun kami lakoni. Tentu saja dengan bonus perjalanan berupa pemandangan pegunungan menyejukan mata.
Selama dijalan terselip cerita seru, dari mulai beberapa kali barang bawaan jatuh dari atas jok motor karena memang sering terguncang, atau lepas nya sambungan kabel aki yang sempat saya alami, sempat membuat bingung karena motor tidak segera menyala. Dan juga cerita om Berland, yang jatuh ditikungan berpasir. Karena om Berland melaju kencang didepan kami saat kecelakaan, kami tidak melihat kejadiannya, Setelah akhirnya seorang warga bilang jika ada salah satu teman dari kami dengan menyebutkan ciri-cirinya seperti yang dipakai om Berland yaitu motor merah dan helm hitam, jatuh ditikungan. Kami pung tertawa terbahak-bahak mendengar ceritanya.
![]()
bersantai ditengah jalan,,eh ditengah hutan
![]()
salah satu kondisi jalanya
![]()
Tegar tampak mungil
![]()
Kami menemukan jalan aspal kembali ketika tiba di Maribaya, singgah sejenak untuk sekedar isitrahat dan mebasahi tenggorokan dengan air minum, karena sepanjang perjalanan tadi jarang ditemukan warung, berhenti disini seperti menemukan oase di padang pasir.
![]()
menemukan aspal dan pemandangan seperti ini
Disini kami juga menunggu om Yudistira yang kebetulan tinggal di Lembang, beliau hendak bergabung dengan kami untuk menuju gunung Putri, yaitu tujuan kami selanjutnya.
Setelah melakukan makan siang, dan juga motornya Tegar selesai diperbaiki disuatu bengkel karena ada bagian motor yang lepas dan perlu pengelasan, segera kami tancap gas ke gunung Putri.
Tidak lama kemudian sampai didepan gapura desa, saat jalan aspal berubah tanah sedikit berbatu dan menanjak. Letak gapura ini searah ketika menuju Tangkuban Perahu, tidak jauh dari hotel Grand Paradise. Ini menjadi titik terakhir jika akan ke gunung Putri menggunakan angkutan umum, atau bahkan mobil karena medan jalan saat kami lalui ada beberapa ruas yang ambles.
![]()
setelah masuk gapura desa
Jalan berubah menjadi sangat berdebu, kami memasuki hutan dengan pohon menjulang tinggi dengan kerapatan sangat dekat antar pohon. Beberapa jalan mirip selokan juga dilalui, dengan tetap menjaga jarak karena pandangan terbatas akibat debu pekat bertebangan dari tanah yang kering ketika roda motor kami melibasnya. Beberapa kali berpapasan dengan motor jenis trail, karena track ini lebih cocok untuk bermain dengan genre dirt bike.
![]()
mulai masuk hutan lagi
![]()
gunakan masker
![]()
![]()
tanjakan terakhir
Kami pun tiba di puncak Putri, ditandai dengan melihat sebuah tugu berdiri. Seperti sudah menjadi kebiasaan di negeri ini, bangunan misalnya berupa tugu ini sudah dicoret-coret ditulis dengan nama-nama tidak jelas maksud tujuannya, kecuali hanya untuk mengotori saja. Mungkin perlu kutukan buat orang yang berbuat vandalisme ini.
![]()
tugu
Disini bisa terlihat patahan Lembang dengan jelas, dari gunung 1587 mdpl ini kami juga bisa melihat beberapa gunung menjulang di sekitar tanah sunda ini, dari mulai gunung Gunung Manglayang, Gede Pangrango, Gunung Cikurai, Gunung Tilu dan Gunung Rakutak akan terlihat samar di sebelah selatannya. Sementara di sebelah Barat, Gunung Tangkuban Parahu terlihat gagah bersebelahan dengan Gunung Burangrang.
![]()
touch up
Patahan Lembang??Jika tidak kesini mungkin saya sampai sekarang tidak tahu tentang fenomena alam tersebut. Salah satu sumber dari internet secara singkat menyebutlan : "Patahan Lembang merupakan retakan sepanjang 22 kilometer, melintang dari timur ke barat. Berawal di kaki Gunung Manglayang di sebelah timur dan menghilang sebelum kawasan perbukitan kapur Padalarang di bagian barat. Patahan itu tepat di antara Gunung Tangkubanparahu dan dataran Bandung sehingga membentuk dua blok, utara dan selatan. Sebuah dinding raksasa sepanjang 22 kilometer terbangun oleh naiknya permukaan tanah di blok selatan dan turunnya permukaan tanah di blok utara. ”Tembok” itu membentengi pemandangan orang di utara ke arah selatan. Gerakan blok batuan itulah yang mengirim gempa" (kompas.com)
![]()
patahan Lembang
Tidak lama disini, ramainya puncak Putri oleh gerombolan motor trail, dan pengunjung lain membuat memilih turun dan bersantai diantara pepohonan tidak jauh dari tugu puncak Putri. Kami memasang hammock diantara dua pohon, ngobrol santai bahkan sampai tertidur. Semakin sore udara dingin, segera diputuskan untuk turun ke kota Lembang, om Yudistira mempersilahkan untuk mampir ke kediamannya.
Entah karena kosentrasi sudah menurun karena lelah fisik, atau pikiran sedang tidak fokus, saat jalan menurun saya mengalami insiden kecil, yaitu hilang keseimbangan ketika melewati gundukan tanah, dan berhenti ketika menabrak dinding tanah sebelah kiri, ahasil setang Bishop berubah bentuk alias bengkok. Cukup beruntung tubuh tidak mengalami perubahan bentuk, tidak ada cedera apapun. Menuruni beberapa jalan sampai kota dengan setang bengkok ternyata cukup menyiksa, sampai akhirnya saya bilang ke om Yudis untuk mencari toko peralatan motor untuk membeli setang baru, saya beruntung mendapatkan.
Singgah sejenak di rumah om Yudis, termasuk mengganti setang Bishop dilakukan disini. Kami berempat juga sempat mandi istirahat, mengobrol ngalor ngidul, dengan sajian istimewa yaitu susu murni panas. Sangat nikmat. Terimakasih om Yudis atas kebaikan ini. Menjelang pukul delapan malam saya berpamitan segera kemabli kekota asal, bersama Tegar. Sedangkan om Yudis dan Berland tetap singgah, untuk menginap semalam.
Terimakasih teman-teman yang bertemu di telaga Cinta hingga perjalanan ke Gunung Putri. Petemuan singkat ini sangat berkesan, bisa menyambung silahturahmi tanpa ribet layaknya suatu event gahering skala besar. Ya kami melakukan dengan cara sederahana. Talk less, ride more!!
![]()
sampai ketemu dilain kesempatan, kawan!
Dimulai dari kopdar alias kopi darat di telaga Cinta daerah Subang. Agak berbeda dengan penggiat pemotor kebanyakan, yang melakukan tatap muka setelah biasanya berinteraksi di dunia maya, sosial media, dan lain-lain dengan memili lokasi di pusat keramaian kota. Kami memilih di alam terbuka, nan sepi sesekali hanya serangga malam mengiringi dan penerangan dari api unggun menyinari.
Tidak banyak, hanya sekitar 10 orang pada waktu itu. Dari berbagai kota kami berkumpul, Purwakarta, Bandung, Subang, Jakarta, Cikarang dan paling jauh dari Jogja. Minimnya peserta memang karena mendadaknya publikasi acara. Sang inisiator acara, kang Rama dari Purwakarta mengajak lewat photo di wall media sosial miliknya. Saya sendiri malah mendapat kabar tentang acara kumpul-kumpul ini dari om Julianto dari Jogja, yang juga hadir dilokasi.
Justru karena minimnya yang hadir, keakraban semakin intim, obrolan hangat terjadi, diselingi canda tawa di tengah gelapnyanya malam. Sebelum akhirnya masuk tenda masing-masing yang didirikan pada pinggir telaga saat tengah malam menjelang , lengkap beberapa motor yang parkir di sisinya.
Bangun pagi didalam tenda, saat matahari sudah menampakan diri. Berbagai teman sudah mulai persiapan dengan berkemas, meninggalkan lokasi. Sementara yang lain ada yang mengambil beberapa foto, bahkan mandi dengan berenang ditelaga juga menjadi kegiatan menarik disini.
Tak menyangka kang Rama dan teman dari Subang yaitu om Amet sudah menyiapkan sarapan, dengan masakan khas Subang. Enak sekali. Apalagi makan bersama dengan duduk sila bersama diatas matras, dipinggir telaga. Arrgh..jika boleh menyontek lirik lagu dari Iwan Fals, Kemesraan ini janganlah cepat berlalu.

tepi telaga Cinta

bersiap pulang

arah balik dari telaga
Tapi lirik itu tidak berlaku, karena tidak lama setelah sarapan, ada teman yang pamit duluan terutama om Julianto yang memang karena jarak pulang paling jauh. Selanjutnya kami semua meninggalkan lokasi. Walau hanya sekejap, tapi kumpul-kumpul ini sangat berkesan.
Menuju Gunung Putri
Tidak cukup disini, tersisa empat orang yang akan menghabiskan hari minggu ini dengan berkendara dengan rute menarik, tentu saja bukan jalan aspal. Om Yudi sebagai penunjuk jalan, karena pernah melakukan perjalanan dengan rute yang akan dilewati, di ikuti om Berlandio, saya sendiri, dan Tegar.
Dari Subang tembus Lembang itu yang dikatakan om Yudi. Kami hanya membututi dari belakang, kecepatan sedang karena melewati jalan bebatuan, lubang, serta berpasir lengkap kami lalui. Masuk keluar hutan pinus pun kami lakoni. Tentu saja dengan bonus perjalanan berupa pemandangan pegunungan menyejukan mata.
Selama dijalan terselip cerita seru, dari mulai beberapa kali barang bawaan jatuh dari atas jok motor karena memang sering terguncang, atau lepas nya sambungan kabel aki yang sempat saya alami, sempat membuat bingung karena motor tidak segera menyala. Dan juga cerita om Berland, yang jatuh ditikungan berpasir. Karena om Berland melaju kencang didepan kami saat kecelakaan, kami tidak melihat kejadiannya, Setelah akhirnya seorang warga bilang jika ada salah satu teman dari kami dengan menyebutkan ciri-cirinya seperti yang dipakai om Berland yaitu motor merah dan helm hitam, jatuh ditikungan. Kami pung tertawa terbahak-bahak mendengar ceritanya.

bersantai ditengah jalan,,eh ditengah hutan

salah satu kondisi jalanya

Tegar tampak mungil

Kami menemukan jalan aspal kembali ketika tiba di Maribaya, singgah sejenak untuk sekedar isitrahat dan mebasahi tenggorokan dengan air minum, karena sepanjang perjalanan tadi jarang ditemukan warung, berhenti disini seperti menemukan oase di padang pasir.

menemukan aspal dan pemandangan seperti ini
Disini kami juga menunggu om Yudistira yang kebetulan tinggal di Lembang, beliau hendak bergabung dengan kami untuk menuju gunung Putri, yaitu tujuan kami selanjutnya.
Setelah melakukan makan siang, dan juga motornya Tegar selesai diperbaiki disuatu bengkel karena ada bagian motor yang lepas dan perlu pengelasan, segera kami tancap gas ke gunung Putri.
Tidak lama kemudian sampai didepan gapura desa, saat jalan aspal berubah tanah sedikit berbatu dan menanjak. Letak gapura ini searah ketika menuju Tangkuban Perahu, tidak jauh dari hotel Grand Paradise. Ini menjadi titik terakhir jika akan ke gunung Putri menggunakan angkutan umum, atau bahkan mobil karena medan jalan saat kami lalui ada beberapa ruas yang ambles.

setelah masuk gapura desa
Jalan berubah menjadi sangat berdebu, kami memasuki hutan dengan pohon menjulang tinggi dengan kerapatan sangat dekat antar pohon. Beberapa jalan mirip selokan juga dilalui, dengan tetap menjaga jarak karena pandangan terbatas akibat debu pekat bertebangan dari tanah yang kering ketika roda motor kami melibasnya. Beberapa kali berpapasan dengan motor jenis trail, karena track ini lebih cocok untuk bermain dengan genre dirt bike.

mulai masuk hutan lagi

gunakan masker


tanjakan terakhir
Kami pun tiba di puncak Putri, ditandai dengan melihat sebuah tugu berdiri. Seperti sudah menjadi kebiasaan di negeri ini, bangunan misalnya berupa tugu ini sudah dicoret-coret ditulis dengan nama-nama tidak jelas maksud tujuannya, kecuali hanya untuk mengotori saja. Mungkin perlu kutukan buat orang yang berbuat vandalisme ini.

tugu
Disini bisa terlihat patahan Lembang dengan jelas, dari gunung 1587 mdpl ini kami juga bisa melihat beberapa gunung menjulang di sekitar tanah sunda ini, dari mulai gunung Gunung Manglayang, Gede Pangrango, Gunung Cikurai, Gunung Tilu dan Gunung Rakutak akan terlihat samar di sebelah selatannya. Sementara di sebelah Barat, Gunung Tangkuban Parahu terlihat gagah bersebelahan dengan Gunung Burangrang.

touch up
Patahan Lembang??Jika tidak kesini mungkin saya sampai sekarang tidak tahu tentang fenomena alam tersebut. Salah satu sumber dari internet secara singkat menyebutlan : "Patahan Lembang merupakan retakan sepanjang 22 kilometer, melintang dari timur ke barat. Berawal di kaki Gunung Manglayang di sebelah timur dan menghilang sebelum kawasan perbukitan kapur Padalarang di bagian barat. Patahan itu tepat di antara Gunung Tangkubanparahu dan dataran Bandung sehingga membentuk dua blok, utara dan selatan. Sebuah dinding raksasa sepanjang 22 kilometer terbangun oleh naiknya permukaan tanah di blok selatan dan turunnya permukaan tanah di blok utara. ”Tembok” itu membentengi pemandangan orang di utara ke arah selatan. Gerakan blok batuan itulah yang mengirim gempa" (kompas.com)

patahan Lembang
Tidak lama disini, ramainya puncak Putri oleh gerombolan motor trail, dan pengunjung lain membuat memilih turun dan bersantai diantara pepohonan tidak jauh dari tugu puncak Putri. Kami memasang hammock diantara dua pohon, ngobrol santai bahkan sampai tertidur. Semakin sore udara dingin, segera diputuskan untuk turun ke kota Lembang, om Yudistira mempersilahkan untuk mampir ke kediamannya.
Entah karena kosentrasi sudah menurun karena lelah fisik, atau pikiran sedang tidak fokus, saat jalan menurun saya mengalami insiden kecil, yaitu hilang keseimbangan ketika melewati gundukan tanah, dan berhenti ketika menabrak dinding tanah sebelah kiri, ahasil setang Bishop berubah bentuk alias bengkok. Cukup beruntung tubuh tidak mengalami perubahan bentuk, tidak ada cedera apapun. Menuruni beberapa jalan sampai kota dengan setang bengkok ternyata cukup menyiksa, sampai akhirnya saya bilang ke om Yudis untuk mencari toko peralatan motor untuk membeli setang baru, saya beruntung mendapatkan.
Singgah sejenak di rumah om Yudis, termasuk mengganti setang Bishop dilakukan disini. Kami berempat juga sempat mandi istirahat, mengobrol ngalor ngidul, dengan sajian istimewa yaitu susu murni panas. Sangat nikmat. Terimakasih om Yudis atas kebaikan ini. Menjelang pukul delapan malam saya berpamitan segera kemabli kekota asal, bersama Tegar. Sedangkan om Yudis dan Berland tetap singgah, untuk menginap semalam.
Terimakasih teman-teman yang bertemu di telaga Cinta hingga perjalanan ke Gunung Putri. Petemuan singkat ini sangat berkesan, bisa menyambung silahturahmi tanpa ribet layaknya suatu event gahering skala besar. Ya kami melakukan dengan cara sederahana. Talk less, ride more!!

sampai ketemu dilain kesempatan, kawan!