Quantcast
Channel: Prides Online Community
Viewing all articles
Browse latest Browse all 1976

Cantiknya Curug Cilember dan Telaga Warna,

$
0
0


Sabtu, awal April 2014. Kebetulan tidak ada kesibukan apapun, dan si Ghezong sudah lama tidak diajak jalan jalan. Rencananya sih mau melihat sunrise di puncak, jadi selepas subuh segera aku bergegas melarikan motorku ke arah puncak. Kebetulan Kresna lagi mau uji coba scorpio barunya. Jadi langsung saja janjian ketemu di gadog.

Udara pagi agak lembab hari itu, dan di.langit mendung menggantung sangat tebal. Ditambah kondisi jalan raya Bogor yang belum diperbaiki, Ghezong tidak bisa berlari pesat jadinya. Wah alamat ngga dapet sunrise dipuncak deh. Benar saja, ketika bertemu Kresna di Gadog, sudah pukul setengah enam. Matahari sudah keluar dari ufuk. Ya sudah. Kuajak Kresna ke tempat bubur ayam langgananku. Mau jalan jalan, bukankah perut harus diisi dulu ?

Usai sarapan saya dan Kresna berlomba menuju puncak. Tujuan kami adalah Telaga Warna, yang terletak di depan restoran Rindu Alam. Tidak sampai 10 menit kami berdua sudah sampai di restoran tsb. Tanya sana sini, ternyata jalan masuk ke Telaga Warna tersembunyi, melalui deretan rumah penduduk. Kalau dari arah Bogor, ketika kita melewati kebun teh PTP VII Gunung Mas, dan restoran Rindu Alam sudah terlihat, pelankan motor anda utk mendapatkan belokan kecil ke arah kiri. Jalannya hanya muat satu motor, berbatu batu. Motor Kresna terguling di salah satu tikungan licin menjelang telaga. Sayang aku lupa mengabadikannya, karena buru buru mau memberikan pertolongan.....

Jalan masuk kearah telaga masih lengang. Andai ada kabut, pastilah suasananya akan sangat mistis disitu. Namun udara pagi itu sangat cerah, entah karena jam sudah menunjukkan pukul 7 pagi, entah karena tidak ada kabut yang menutupi matahari.





Beberapa ekor monyet menyambut kami ketika kami memasuki area telaga tsb. Masuknya tidak mahal. Cuma dikenai biaya parkir 5.000 per motor.
Telaga Warna tidak begitu luas. Warna airnya kehijauan. Dikelilingi hutan nan hijau, menciptakan panorama yang serasi.
Di dalam, suasananya sunyi. Pas buat yang mau semadhi. Tapi tidak lama. Serombongan alay menyusul ke dalam. Suasana jadi heboh. Menyebalkan. Kami langsung ambil beberapa foto dan pergi meninggalkan lokasi....



Ada telaga lain di dekat Telaga Warna. Jalan ke arah situ, perfectly off road. Telaganya.lebih kecil, namun suasananya lebih bebas kebisingan dibanding Telaga Warna. Apabila kita menajamkan sixth sense kita di area telaga ini maka akan dapat kita rasakan bahwa penunggu telaga ini memikiki frekuensi sama dengan yg ada di telaga warna. Apakah mereka satu keluarga?
Sebentar....penunggu? Maksudnya, sebangsa huka huka gitu?
Begini.....saya bukan mau menakut nakuti. Kehadiran mahluk itu begitu terasa. Energinya sangat kuat.
Seorang bloger berkisah, dalam kunjungannya ke kompleks dua telaga ini, ketika pulang diboncengi oleh penunggunya yang menyamar sebagai istrinya. Dan gilanya, karena menganggap sang penunggu adalah istrinya, mereka sempat melakukan hubungan beberapa kali di hotel. Soal kebenarannya, tentu saja saya tidak bisa mengkonfirmasikannya....





Masih jam 11 ketika kami memutuskan untuk mengakhiri kunjungan didua telaga ini. Saya ajak Kresna ngopi ke puncak. Kami parkir di pelataran sebuah warung kopi di sana. Tertarik dengan menu yang ditampilkan, saya memesan panekuk dan Kopi hitam sedangkan Kresna memesan poffertjes dan susu cokelat. Karena berpikir bahwa diwarung seperti itu harganya cukup fair, kami lupa memperhatikan bahwa di daftar menu tidak disertakan daftar harga makanan yang ada. Ternyata, saya belajar satu hal ketika membayar makanan tersebut: selalu tanyakan lebih dulu berapa harga bagi masing masing hidangan. Kalau tidak anda akan mengalami seperti.saya, membayar 75 ribu untuk dua jenis makanan yang kami pesan.....

(Bersambung)



Mendung tebal mengungkung langit perbukitan hambalang-megamendung. Berdua saya dan Kresna menuruni jalan raya puncak pas menuju Curug Cilember. Tikungan demi tikungan kami libas beriringan. Saya memimpin di depan. Sampai di pom bensin mega mendung, saya bertanya pada seorang bapak arah ke curug cilember. Ternyata sudah lewat sekitar 200 meter. Kami berbalik dan menemukan jalur ke arah curug yang kami cari.

Tempat parkirnya luas. Kami harus membayar di depan pada anak anak muda yg mengelola tempat.parkir. 5000 permotor. Lebih mahal dari di jakarta, padahal area parkirnya masih tanah batu. Memasuki kompleks Curug Cilember, bayar lagi. Lupa berapa, mungkin 10 ribu per orang. Di dalam, areanya bersih dan tertata. Tak ada sampah betwbaran seperti di Curug Cigamea......

Karena sudah masuk waktu dzuhur, dan hujan mulai turun, kami.putuskan shalat di mushala sambil berteduh. Tempat wudhunya unik. Mata air jernih dialirkan ke dua buah pancuran dari batu. Tidak baanyak orang shalat saat itu, jadinya mushala bisa kami gunakan untuk berteduh dengan nyaman...

Shalat nampaknya bukan aktifitas yang akrab dengan orang orang modern zaman sekarang. Padahal nabi saw mengatakan bahwa hal yang pertama dihisab di mahsyar adalah shalat. Jika beres shalatnya maka beres pula amalan lainnya.
Ya, shalat adalah manifestasi rasa bersyukur manusia terhadap Khaliknya. Dengan shalat, manusia bertakbir, bertahmid dan bertahlil pada Allah. Sebuah penghambaan yang sudah semestinya jika mengingat betapa besar rahmat yang Dia berikan pada hambaNya.
Namun, shalat bukan cuma ritual penghambaan semata. Shalat juga merupakan media komunikasi hamba pada Khaliq. Di dalamnya manusia memohon ampunan bagi berbagai kesalahan. Karena itulah nabi saw berkata, bahwa shalat itu menghapus dosa.

Ketika hujan berhenti saya dan Kresna menapaki jalan setapak ke arah curug. Melewati hutan pinus yang asri, kami lihat sederetan tenda siap untuk disewakan. Sepertinya nyaman juga camping di sini. Hawanya sejuk, pemandangannya asri.





Sampai di dekat curug, hujan turun lagi. Kami berteduh di villa kosong, yang ada dekat curug tsb. Beberapa keluarga arab duduk di dalam vila yang mereka sewa. Anak mataku sempat melirik ke arah mereka. Seorang wanita arab menyibakkan abaya yang dia kenakan sehingga terlihatlah kecantikannya. Kulitnya putih bersih. Saya menikmati pemandangan langka ini seorang diri soalnya Kresna sedang asyik dengan HP nya. Mungkin dia tengah mengakses sosial media dan mengunggah aktivitas jalan jalannya kali ini...



Curug cilember tingginya sekitar 30 meter. Airnya tampak segar, mengundang kita untuk berkecipak dibawah kucuran airnya yang menggerujug besar. Tapi karena hujan tidak kunjung henti, kami tidak bisa berjalan mendekat. Dari jauh kami saksikan beberapa orang bermain air di curug yg jernih itu. Ku duga, mereka arab arab yg menyewa vila disekitar curug..

Hari semakin sore. Ketika hujan sudah agak reda kami putuskan segera pulang. Bergegas kami berlomba menuruni tebing. Motor kami meraung membelah hawa sejuk desa Cilember. Namun ditengah jalan,hujan turun lagi, lebih deras dari yang tadi. Tapi bukan masalah. Perasaan kami tercurah pada kegembiraan memacu mesin kami.

Girl my body don't lie
I'm outta my mind
Let it rain over me
I'm rising so high
Out of my mind
So let it rain over me
(Rain over me)

Roda motor kami menggelinding di jalan antara bogor-depok. Dengan hujan yang terus mengguyur, seratus mil kami tempuh dalam derasnya hujan.

Riding hundred miles, makes you smile....

(Habis)

Viewing all articles
Browse latest Browse all 1976

Trending Articles